Candi Sumberawan: Garden of Angels
Terletak sekitar 6 km ke arah
barat laut dari Candi Singosari, perjalanan menuju Candi Sumberawan dihiasi
dengan kehidupan masyarakat desa dengan latar pegunungan. Di tepian jalan yang
kecil, bergelombang, dan berbatu, sesekali tampak petani tengah berjalan
memikul pacul tanpa alas kaki. Senyum pun kerap kali dilontarkan. Perjalanan
menuju candi ini memang agak sulit. Selain harus berhati-hati dalam berkendara,
petunjuk jalan dan arah yang kurang detil memaksa pengunjung mau tak mau untuk
berhenti sejenak dan bertanya arah kepada penduduk lokal.
Setelah bertanya arah beberapa
kali, kami sampai di kawasan serupa tempat pemandian umum terbuka di mana
beberapa anak terlihat sedang mandi, juga perempuan tengah mencuci baju. Tampak
di sebelah kanan, sebuah plang sederhana dari kayu menunjukkan jarak 400 meter
menuju candi serta bentuk panah mengarah pada jalan setapak di antara pinggiran
sawah dan parit berair jernih. Tak yakin dengan arah, seorang ibu dengan seember
cucian di atas kepalanya meyakinkan kami bahwa itu adalah jalan menuju candi
yang kami maksud. Motor pun kami tuntun sambil kami berjalan pelan.
Hamparan sawah yang baru ditanam
serta aliran air yang begitu bening membuat kami terkagum. Setelah menyebrangi
jembatan sempit, kami sampai di antara rindang pepohonan. Motor kami parkir di
sini. Seorang tukang bakso menjamin aman kendaraan, serta memberitahu posisi
candi di balik rindang hijau. Tapi kami tak langsung pergi, melainkan duduk
sejenak menikmati pesona dan sejuknya alam sekitar: hamparan sawah, rindangnya
pepohonan, serta gemericik mata air pegunungan. Semangkuk bakso mengisi rasa
lapar kami. Sesekali terdengar kicau merdu burung dan nyanyian serangga di
balik pepohonan.
Melangkah mengikuti jalan setapak
di antara pepohonan, akhirnya kami tiba di Candi Sumberawan. Dikelilingi hanya
oleh pagar kawat dengan papan pengumuman yang telah berlumut dan informasi
seadanya, tampak sebuah bangunan berbatu andesit, begitu menonjol dan menarik
pandangan kami.
Sebuah Stupa Misterius
Tak banyak paparan bisa kita
temukan mengenai candi yang berlokasi di sebuah telaga kaki Gunung Arjuna (650
DPL), Desa Toyonarto, Kab. Malang ini. Candi Sumberawan pertama kali ditemukan
kembali pada tahun 1845 oleh Belanda. Tahun 1937, pemugaran dilakukan terhadap
kaki candi.
Candi Sumberawan merupakan canti
tunggal yang hanya terdiri dari kaki, badan, dan kepala yang meruncing ke atas.
Pada batur candi terdapat selasar berlapis-lapis dengan kaki berbentuk bujur
sangkar. Sedangkan bagian selanjutnya, adalah lapis berbentuk segi delapan yang
menopang genta. Perpaduan geometris yang menggabungkan bentuk persegi dan
lingkaran yang diciptakan, sungguh menjadi kombinasi yang unik dan cerdas.
Ujung atas candi sengaja dibiarkan kosong karena bagian tersebut masih belum
ditemukan. Tidak ada tangga atau relief apapun yang mengarah pada patung dewa,
benda, maupun sosok suci, sehingga mengindikasikan Candi Sumberawan sebagai
sebuah wujud stupa utuh. Diduga, bentuk Candi Sumberawan mirip dengan stupa
induk di tingkat Arupadhatu di puncak Candi Borobudur, yang melambangkan
pencapaian menuju Nirwana. Candi dengan bentuk stupa biasanya dibangun sebagai
bentuk Buddha dengan fungsi untuk menyimpan relik Sang Buddha atau ziarah. Bentuk
stupa dapat pula diasosiasikan dengan gunung yang menjadi makna dari sebuah
kebesaran dan keagungan: Sang Maha Pencipta.
Sebuah Sumber Kedamaian dan Keselarasan Alam
Candi Sumberawan merupakan
satu-satunya stupa dengan ukuran terbesar yang ditemukan di Jawa Timur. Candi
ini memberi indikasi mulai menyebarnya Buddha di Singosari. Diprediksi, Candi
Sumberawan dibangun sekitar abad ke-14 hingga 15 Masehi pada masa Majapahit.
Menurut sejarah, Raja Hayam Wuruk sempat berkunjung di tahun 1359 M. Pada Kitab
Negarakertagama, kawasan di mana Candi Sumberawan berada, dinamai Kasurangganan
yang berarti taman yang dipenuhi oleh bidadari/malaikat (Garden of Angels). Sebutan tersebut tidaklah berlebihan mengingat
letak candi yang dikelilingi oleh hutan dan berada tepat di sebuah telaga yang
airnya langsung bersumber dari mata air pegunungan di mana nyanyian kodok
hampir tak pernah berhenti. Tidak hanya indah dilihat mata, tetapi juga
memberikan nuansa kedamaian dan ketenangan. Itulah kemudian mengapa candi
dinamakan “Sumberawan.”
Masih di area candi, bisa kita
temukan dua buah petirtaan. Di sebelah kiri, menuruni beberapa pijakan anak
tangga, terdapat sebuah kolam kecil terbuka dengan patung yang mengaliri air.
Air yang tidak pernah surut dan begitu jernih serta segar tersebut keluar dari gentong
yang dipegang oleh patung Sang Dewi yang telah berlumut. Perlambang kesuburan
dan fertilitas alam yang diasosiaskan dengan femininitas perempuan. Di sisi
lain, adalah petirtaan dengan pijakan berbentuk segi delapan di mana pijakan
yang paling bawah atau terdekat dengan air, memiliki relief kura-kura sebagai
binatang air. Pengunjung diperbolehkan untuk mengambil air atau mengguyur badan
pada petirtaan dengan izin dari juru kunci candi.
Candi Sumberawan masih
dipergunakan oleh kalangan tertentu sebagai tempat yang sakral dan suci. Ini
terlihat adanya sesajen bunga dan dupa yang dibakar menghadap candi. Masyarakat
lokal juga masih menghormati dan menganggap candi sebagai tempat yang
dikeramatkan. Hal tersebut berkaitan dengan peran penting candi yang
mengalirkan sumber mata air bersih dan irigasi sawah bagi masyarakat di desa
sekitar. Suasana yang damai dan sakral, mengundang banyak orang untuk melakukan
ritual atau peribadahan di sekitar candi. Pengelola atau juru kunci mengizinkan
pengunjung untuk melakukan semedi atau berdoa sambil menginap di ruangan khusus
yang dibangun di dekat Candi Sumberawan. Tentu untuk menginap, dibutuhkan
persyaratan khusus dan waktu yang tepat.
Mengunjungi Candi Sumberawan,
tidak hanya memberikan sedikit potret mengenai sejarah masa lalu Jawa pada era
Hindu-Buddha, melainkan sebuah pengalaman spiritual di mana kedamaian dan
keindahan alam merupakan perpaduan yang mengiringi kehidupan fisik dan rohani
manusia. Dari telaga mata air pegunungan yang berada di kawasan Candi
Sumberawan, ternyata menyimpan siklus yang mengaliri berkah bagi kesuburan
sawah-ladang penduduk, serta ketergantungan manusia terhadap kelestarian alam
semesta bagi kehidupan.
Sumber:
Informasi pada papan informasi (lembar keterangan) pada halaman dan
kantor informasi Candi Sumberawan.
Tips Perjalanan:
- Dari Kota Malang, Anda bisa menaiki kendaraan umum ke arah Singosari (sekitar 1,5-2 jam perjalanan) dan turun tepat di gapura bertuliskan Wisata Candi Singosari. Lokasi Candi Sumberawan masih terdapat di kawasan wisata candi serta situs bersejarah lainnya, tepatnya 6 km ke arah barat laut dari Candi Singosari. Jangan segan untuk bertanya pada penduduk sekitar karena penunjuk arah tidak terlalu jelas dan informatif.
- Karena memiliki banyak candi dan situs bersejarah dengan jarak yang berjauhan, sebaiknya menyewa kendaraan bermotor di Kota Malang untuk mempermudah penelusuran menuju berbagai situs Kerajaan Singosari. Namun, terdapat banyak ojek yang bisa disewa untuk pulang-pergi. Sebaiknya tawarkan harga untuk berkeliling ke lokasi lebih dari satu candi dan situs lainnya dengan harga sekitar Rp 50 ribu untuk sewa sekitar setengah hari.
- Biasanya, tarif kunjungan dikenakan biaya sebesar Rp 2.000, tapi sebaiknya berikanlah donasi lebih kepada penjaga atau juru kunci candi karena mereka dibayar dengan sangat rendah, bahkan secara sukarela.
- Rumah makan hanya banyak ditemukan di sekitar Candi Singosari, dengan variasi bakso dan hidangan Jawa Timur-an.